
Berangkat dari obrolan tentang kebebasan berekspresi yang mengarah kepada budaya dan musik oleh sekelompok mahasiswa dari Universitas Warmadewa yang kebetulan memiliki minat yang sama dalam bidang musik, akhirnya terbentuklah suatu komunitas atau dalam bahasa Bali di sebut Sekedemen yang berarti Rukun Guyup. Komunitas yang berdiri pada tahun 1994 tersebut diberi nama Lawas Human Bali.
Komunitas Lawas Human Bali secara legal terbentuk pada tanggal 29 September 1994. Dicetuskan oleh Gusti Ngurah Agung Setiabudi, Bli Congok, Gung Oca dan Wayan Budi. Pada awal terbentuknya, anggota dari Lawas Human Bali sudah memiliki anggota sebanyak 3000. Perjalanan Lawas Human Bali dari sejak gagasan ini dibuat sampai dengan di legalkan memakan waktu kurang lebih satu tahun.


Komunitas ini beranggotakan sekelompok mahasiswa yang memiliki kesukaan musik yang sama seperti Led Zeppelin, The Rolling Stones, CCR dan The Door. Pada awal terbentuknya komunitas ini, anggotanya baru beberapa puluh orang saja. Karena setiap hari besar keagamaan, para mahasiswa tersebut pulang ke kampungnya masing-masing dan mulai menyebarkan berita tentang adanya komunitas ini, akhirnya keberadaan Lawas Human Bali mulai terdengar di seluruh penjuru Bali. Dan sejak saat itu mulai banyak anggota masyarakat lainnya yang turut bergabung dengan komunitas ini.
Dengan semakin banyaknya anggota yang bergabung, kegiatan dari Lawas Human Bali juga semakin berkembang tidak hanya di kegiatan musik saja. Visi Misi dari Lawas Human Bali untuk dapat mengekspresikan diri tidak terbatasi dengan kegiatan musik saja, melainkan juga seni budaya, pariwisata, kepedulian terhadap lingkungan dan kepedulian sosial.
Dengan perkembangan yang sangat pesat komunitas ini, pada akhirnya komunitas ini menaungi dirinya dengan legalitas hukum. Keputusan ini di ambil agar komunitas Lawas Human Bali tidak menjadi sekedar sebuah organisasi liar yang pada saat itu sedang menjadi isu yang hangat.


Pada awalnya, Lawas Human Bali juga memiliki band dengan nama yang sama. Saat itu belum banyak festival-festival besar seperti sekarang ini. Tetapi hal tersebut tidak menghambat proses ekspresi diri dari Lawas Human Bali Band. Karena di setiap Banjar setiap tahunnya mengadakan perhelatan seni saat merayakan ulang tahun banjarnya dan juga acara seni di kampus-kampus yang menjadi wadah bagi Lawas Human Bali Band berekspresi dengan tampil membawakan musik mereka. Disitulah mereka juga mempopulerkan adanya komunitas Lawas Human Bali ini.

Sejak awal berdirinya organisasi ini, Lawas Human Bali di pimpin oleh I Ketut Gede Landep dikenal Tut Stef sampai saat ini. Dalam organisasi ini memang tidak ada periode tertentu untuk duduk sebagai pimpinan ataupun pengurus. Hal ini tertuang didalam AD/ART organisasi ini. Selama yang bersangkutan masih kompeten dan bersedia duduk sebagai pengurus maupun pimpinan, dan di setujui oleh semua anggotanya, maka jabatan tersebut akan tetap di percayakan kepada yang bersangkutan. Walaupun begitu, Lawas Human Bali tetap mempersiapkan adanya regenerasi untuk para pengurusnya.
Setelah mulai populer, sebagai organisasi yang dilandasi hukum Lawas Human Bali mulai mengembangkan kegiatannya ada kegiatan sosial seperti pengumpulan dana untuk Panti Jompo, Rumah Yatim Piatu, kegiatan Donor Darah dan lain sebagainya. Tidak hanya pada kegiatan sosial saja, Lawas Human Bali juga peduli terhadap lingkungan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan penanaman pohon langka yang sangat bermanfaat untuk masyarakat Bali dan sering digunakan sebagai sarana dalam kegiatan beribadah masyarakat Bali, seperti pohon Aren.
Sebagai sebuah organisasi yang sudah lama berdiri, LHB juga sempat mengalami kevakuman. Hal ini disebabkan adanya kesibukan masing-masing anggotanya. Selama masa vakum tersebut, LHB sempat membuat anak organisasi dengan nama Jaka Tuak Bali pada tahun 2013, yang memfokuskan diri kepada kepedulian terhadap Tuak Bali. Pada saat itu tuak yang merupakan kearifan lokal asli Bali sudah mulai tergeser dengan produk-produk minuman dari luar negeri. Kepedulian terhadap Tuak Bali merupakan salah satu perwujudan dari kepedulian terhadap budaya Bali, karena tuak tidak hanya merupakan minuman beralkohol yang sekedar dikonsumsi sehari-hari, tetapi juga merupakan salah satu sarana spiritual di Bali.
Dalam bidang pariwisata, Lawas Human Bali juga memiliki GOPALA. Kegiatan GOPALA yang beranggotakan para anggota Lawas Human Bali ini kerap menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata seperti festival musik, pagelaran seni budaya yang tentunya sangat di support oleh pemerintah, terutama Dinas Pariwisata. Support dari pemerintah sendiri berupa bimbingan maupun perijinan dalam menyelenggarakan suatu kegiatan. Salah satu pagelaran besar yang pernah di selenggarakan oleh Gopala dengan dukungan dari Dinas Pariwisata Bali adalah pagelaran sendratari Calonarang.