Maret 12, 2025

Pembicara Fintech Blogger Day (Foto: Rey Janecekova)

Belakangan ini sering sekali berseliweran di timeline sosial media kita iklan-iklan yang berisi penawaran pinjaman uang tanpa agunan secara online.

Pada iklan-iklan tersebut disebutkan bahwa pinjaman dapat diproses hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Tentunya hal ini menimbulkan banyak pertanyaan, apakah memungkinkan meminjam uang hanya dengan mengirimkan fotocopy ktp saja, tanpa jaminan apapun?

Layanan pinjaman uang secara online adalah merupakan salah satu dari sekian banyak layanan Fintech yang berkembang saat ini.

Fintech atau Financial Technology adalah layanan keuangan berbasis online. Layanan ini meliputi layanan mobile payment, mobile banking, electronic money, pembiayaan, pinjaman, perencanaan keuangan bahkan layanan investasi.

Untuk mengenal salah satu layanan Fintech yang saat ini sedang mendapatkan perhatian dari masyarakat, yaitu layanan Pinjaman online, hari ini 24 November 2018 saya mengikuti acara “Blogger Fintech Day” yang diadakan di Intro Jazz Bistro, BSD.

Acara yang diselenggarakan oleh group perusahaan Fintech “Ruphiah” ini menghadirkan delapan perusahaan yaitu: Cashwagon, Taralite, Aktivaku, Uangme, KreditPro, Pinduit, Danain dan Cashcepat.

“Platform itu kita hanya memepertemukan antara yang memiliki uang langsung kepada yang membutuhkan uang. Jadi itu esensi perbedaan utama bahwa decision pemberian pinjaman, terkait dengan masalah bunga itu adalah kesepakatan antara kedua belah pihak.”

Sunu Widyatmoko, Wakil Ketua AFPI & CEO Dompet Kilat
Sunu Widyatmoko, Wakil Ketua AFPI & CEO Dompet Kilat memberikan penjelasan tentang Fintech pada acara Fintech Blogger Day di The Jazz Bistro BSD (Foto: Rey Janecekova)

Selama ini mungkin kita berpikir bahwa perusahaan-perusahaan penyedia pinjaman cepat secara online tersebut adalah merupakan institusi perbankan atau Bank. Tetapi pada kenyataannya fintech sebenarnya bukanlah lembaga keuangan merupakan hanya sebuah platform yang menjembatani antara peminjam dan pemberi pinjaman. Seperti yang dikatakan oleh bapak Sunu Widyatmoko, Wakil Ketua AFPI & CEO Dompet Kilat. “Platform itu kita hanya memepertemukan antara yang memiliki uang langsung kepada yang membutuhkan uang. Jadi itu esensi perbedaan utama bahwa desision pemberian pinjaman, terkait dengan masalah bunga itu adalah kesepakatan antara kedua belah pihak.” 

Walau fungsinya hanya sebagai penghubung antara peminjam dan pihak yang meminjamkan dana, tetapi bukan berarti perusahaan fintech hanya memberikan kontak calon peminjam kepada pemberi pinjaman. Justru disinilah fungsi dari platform yang menjadikan transaksi pinjam meminjam dana ini aman dan nyaman untuk kedua belah pihak. 

Pada saat calon peminjam uang mengajukan permohonan pinjaman, platform melakukan digital scoring atau verifikasi data dari calon peminjam.  Verifikasi data yang dilakukan secara digital ini akan menghasilkan data apakah calon peminjam akan mampu untuk melakukan pembayaran pada waktu yang telah ditentukan nanti atau tidak. Verifikasi digital yang dilakukan berupa pengecekan contact list, emergency contact yang diberikan dan juga melalui pesan sms atau data digital billing dari calon peminjam, misalnya data seberapa besar dan seberapa sering calon peminjam melakukan pengisian pulsa atau billing yang lainnya. 

Dari hasil verifikasi atau scoring tersebut, data akan ditawarkan kepada pemberi pinjaman, apakah pemberi pinjaman setuju untuk meminjamkan uangnya kepada calon peminjam tersebut atau tidak.

Sedangkan untuk proses penagihan, pihak pemberi pinjaman tidak diperbolehkan secara langsung melakukan penagihan kepada debitur. Penagihan hanya boleh dilakukan oleh platform. Jadi Fintech mewakili pemberi pinjaman untuk melakukan penagihan. Ini yang membedakan antara fintech dengan perbankan dan financial institution yg lain.   

Maraknya perusahaan Fintech dikarenakan pangsa pasarnya yang berbeda. Fintech  menyasar pangsa pasar/market yang belum terjangkau secara optimal oleh lembaga keuangan konvensional perbankan atau multifinance.

Lalu apakah fintech ini nantinya akan menggantikan kegiatan bank dan institusi keuangan konvensional? Lahirnya fintech dikarenakan adanya gap yang besar pada pangsa pasar penerima pinjaman. Banyak sekali masyarakat yang sebetulnya memiliki kemampuan untuk mendapatkan fasilitas pinjaman untuk mendukung usaha mereka, tetapi karena tidak memiliki dokumen pendukung yang disyaratkan oleh Bank atau institusi keuangan konvensional, maka mereka tidak bisa mendapatkan potensi tersebut. Hal inilah yang sebenarnya berusaha di tangkap oleh perusahaan Fintech. 

Jadi Fintech hadir bukan untuk menggantikan fungsi Bank dan institusi keuangan konvensional, melainkan untuk mengisi gap yang ada di market yang ternyata sangat besar. Fintech hadir dari sisi teknologi untuk membantu institusi keuangan. Jadi lahirnya fintech pada dasarnya dikarenakan adanya kekuatan digital supreme. 

Dibawah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terdapat 73 perusahaan fintech dengan 3 kategori.

  1. Kredit Produktif
  2. Kredit Syariah
  3. Kredit Multiguna

Ketiganya menyasar pada pangsa pasar yang tidak atau belum disasar oleh lembaga keuangan konvensional. Jadi hal inilah yang membuat fintech ini tumbuh cepat, karena yang tadinya tidak ada kesempatan menjadi ada.

Fintech memberikan pinjaman berdasarkan kebutuhan konsumen. Terkadang ada calon konsumen yang membutuhkan pinjaman secara cepat dan jangka waktu peminjaman yang tidak lama. Hal seperti ini tentu saja tidak dapat dilayani oleh Bank atau institusi keuangan lainnya. Tetapi melalui fintech, hal tersebut dapat terwujud dengan cepat. Hal ini yang menjadikan fintech  menjadi booming.

Indikator booming dari fintech adalah, dari ke 73 fintech yang resmi terdaftar di OJK, selama 9 bulan dari bulan Januari sampai September 2018, menurut data dari OJK pertumbuhannya adalah 450%. Saat ini total dari outstanding perputaran pinjaman mencapai 11,8 triliun. Ini adalah angka pertumbuhan yang sangat besar  dalam waktu 9 bulan.  Jumlah debitur yang tercatat saat ini adalah sekitar 2,6 juta debitur yang rata-rata adalah debitur individual. Sedangkan untuk pemberi pinjaman jumlahnya masih kecil yaitu sekitar 120 pemberi pinjaman. 

Dengan melihat data perkembangannya yang sangat signifikan tersebut, dapat dilihat bahwa pangsa pasar dan kesempatan fintech kedepannya masih sangat terbuka. Dan hal tersebut tidak akan mematikan sistem perbankan atau institusi keuangan yang ada karena semua transaksinya masih tetap harus melalui sistem perbankan.

Kurangnya literasi keuangan tentang fintech akan merugikan masyarakat pengguna. Untuk itu diperlukan adanya edukasi tentang literasi keuangan tentang fintech agar masyarakat tahu mana fintech yang legal dan mana yang ilegal dan mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Dengan hadirnya perusahaan fintech yang relatif masih baru di Indonesia ini, tentunya masih banyak masyarakat yang awam tentang bagaimana cara kerja dari perusahaan fintech ini dan apa saja hak dan kewajibannya apabila menjadi debitur perusahaan fintech. 

Untuk keamanan debitur, ada beberapa hal yang harus diketahui pada saat ingin melakukan pinjaman secara online.

  1. Pastikan bahwa perusahaan tersebut terdaftar secara resmi di OJK. Perusahaan yang resmi di bawah OJK dapat di lihat pada website OJK. Disitu akan tertera nama perusahaan dan nama produknya.
  2. Ketahui hak-hak dan kewajiban kita sebagai debitur.
  3. Ketahui jenis produk pinjaman dengan jelas.
  4. Pastikan bahwa dalam jangka waktu yang telah kita pilih, kita memiliki cadangan untuk pengembalian dana sebesar kewajiban kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *